Enam bulan lamanya hydroxyurea langka di negeri ini, terhitung sejak Juni 2024. Akibatnya, pengidap trombositemia esensial seperti saya harus bergantung penuh pada thromboreduktin. Sayangnya, obat ini lima kali lipat lebih mahal dibandingkan hydroxyurea. Jika hydroxyurea bisa dibeli di apotek mulai dari harga 600 ribu per kotak, thromboreduktin dihargai hingga 3,4 juta rupiah per botol. Seperti langit dan bumi!

Meski memiliki efek untuk mengontrol trombosit, tapi kedua obat ini punya perbedaan yang cukup signifikan. Hydroxyurea lebih dahsyat efeknya karena tak hanya mampu mengurangi kadar trombosit, tapi juga unsur darah lainnya seperti leukosit. Sebab, penyakit trombositemia esensial tak hanya mengakibatkan jumlah trombosit meningkat, tetapi juga jumlah leukosit yang melonjak. Nah, karena saya tak lagi mengonsumsi hydroxyurea, kadar leukosit saya melebihi kadar normal.

Tanpa hydroxyurea, kadar leukosit saya mencapai angka 12 ribu. Sedangkan kadar normal leukosit maksimal berada di angka 10 ribu. Hal ini bisa memicu terjadinya pembengkakan limpa. Aliran darah juga bisa terganggu karena jumlah leukosit yang tinggi.

Baca juga: Hydroxyurea Langka dan Thromboreduktin Punah, Pemerintah Dimana?

Jika kadar trombosit tak terkontrol karena hydroxyurea langka, pengidap trombositemia esensial berisiko mengalami stroke, serangan jantung, hingga penyumbatan di bagian tubuh lainnya.

Saya pernah mengalami masa sulit di mana kadar trombosit mencapai satu juta, dua kali lipat dari kadar normal. Rasanya sulit untuk diungkapkan, hingga akhirnya saya harus rela kehilangan penglihatan karena trombosit yang tak terkontrol.

Saya tak mau kejadian traumatis di 2018 ini terulang kembali. Karenanya, saya berusaha keras menjaga kadar trombosit dengan bantuan obat thromboreduktin.

Baca juga: Melahirkan dengan Operasi Caesar Akibat Trombositemia Esensial, Penuh Drama!

Ternyata oh ternyata, thromboreduktin yang menjadi obat utama menggantikan hydroxyurea juga turut langka sejak November 2024. Saya sampai harus mengurangi dosis thromboreduktin yang saya punya agar obat ini tak cepat habis, sembari ikhtiar mencari thromboreduktin ke berbagai provinsi di Indonesia. Lalu, bagaimana saya menjalani krisis akibat hydroxyurea langka? Cari tahu di artikel berikutnya!