Apakah kamu pernah mendengar istilah relocation stress syndrome? Kalau baru dengar, sama donk kita. High five!
Well, sejujurnya saya juga baru banget sih dengar istilah ini. Awalnya tuh iseng aja gitu googling tentang sindrom yang dirasakan ketika pindah rumah. secara kan saya awal tahun ini pindah ke rumah baru, dan merasakan hal tak biasa.
Lalu, muncullah istilah relocation stress syndrome yang gejalanya mirip banget sama yang saya rasakan. Apa sih sebenarnya definisi dari relocation stress syndrome itu? Yuk, cari tahu di artikel ini!
Apa arti relocation stress syndrome?
Berdasarkan sebuah artikel pada halaman web South Dakota State University, relocation stress syndrome merupakan sindrom yang dirasakan seseorang ketika berpindah rumah, sekolah, atau tempat kerja.
Sindrom ini bisa dirasakan oleh anak yang pindah sekolah, remaja yang baru masuk kuliah, hingga orang dewasa yang harus menempati rumah baru. jadi, bisa dialami dari berbagai kalangan usia loh, Brightees!
Baca juga: Apa Itu Sound Check dan Seberapa Penting untuk Dilakukan?
Gejalanya apa aja?
Sindrom ini bisa mempengaruhi perilaku, mood, hingga psikologis seseorang. Gejala yang dirasakan seperti kecemasan berlebih,gangguan tidur, kebingungan, kesepian, hingga menarik diri dari lingkungan sosial.
Kalau dipikir-pikir sebenarnya wajar ya. Seseorang yang udah terbiasa hidup di suatu lingkungan, trus tiba-tiba harus menghadapi lingkungan baru. Harus mulai dari nol kayak di pom bensin gitu. Belum lagi harus ketemu orang baru dan beradaptasi dengan banyak hal. gimana gak stres yes?
Eh, emang pindah rumah itu bikin stres?
Tergantung Brightees, pindah rumah itu bisa bikin happy dan stres juga sih. Kalau saya merasakan kedua-duanya hahaha.
Saya dan bebsu sepakat akan pindah rumah ketika bagian dalam sudah rapi dan layak untuk ditinggali. Semisal lantai udah dipasang granit, plafon udah oke, dan jendela sudah terpasang teralis. Meski halaman dan car port belum beres ya gak masalah.
Di luar dugaan, rumah udah siap ditinggali lebih cepat dari yang saya perkirakan. Happy pastinya, tapi saya juga stres! Belum siap rasanya keluar dari zona nyaman ngetek sama orangtua hahahaha.
Sedih kan ya, udah biasa denger suara ayah ibu saya, eh tetiba gak ada suara mereka lagi saya dengar setiap waktu. Ya pastinya mellow gimana gituuu.
Sedari kecil tinggal di rumah orangtua, lalu harus beradaptasi dengan suasana yang baru, bisa dibilang tak mudah. Lagian saya bingung donk harus memulai dari mana. Secara kan saya dan bebsu sepakat gak mau pakai ART, jadi kami berdua harus bagi-bagi tugas rumah tangga. Seriusan, itu gak mudah banget!
Belum lagi, saya harus menghapal tata letak ruang dan perabot di dalam rumah. Bagi disabilitas netra kayak saya, itu gak bisa dilakukan secara instan. Awalnya, saya takut banget masuk area dapur, karena banyak perabot dapur yang berserakan.
Saya juga takut untuk naik ke lantai dua rumah. Alasannya karena takut nyasar. Terlebih saya punya ketakutan tersendiri sama anak tangga. Gak tau kenapa serem aja gitu ngebayangin kalau jatuh dari tangga.
Baca juga: Review Wardah Creamy Body Butter with Passion fruit, Ampuh Lembabkan Kulit!
Gejala relocation stress syndrome apa yang dirasain?
Mulanya, saya gak merasa ada yang janggal. Saya pikir apa yang dirasa tuh hal biasa, jadi saya ignore aja gitu. Tapi koq ya lama banget berasanya, bisa sampai sebulan baru ilang.
Nah, kalau saya merasakan gejala gangguan tidur. Padahal jam tidur teratur banget, tapi badan rasanya pegal dan tetap aja ngantuk berat.
Lalu, saya juga merasa kekacauan yang warbiyasah. Berasa bingung aja gitu mau ngapain. Aktivitas jadi gak beraturan dan susah mengatur waktu.
Yang berasa banget itu pekerjaan kantor dan pekerjaan menulis yang ngos-ngosan. Selesai mepeeet banget sama waktu deadline. Trus suka menunda-nunda pekerjaan banget. jadwal berantakan!
Udah pekerjaan berantakan, urusan domestik juga awut-awutan. tugas saya sebagai ibu rumah tangga gak berhasil diselesaikan dengan baik. Bingung mikirin menu makan, daftar belanjaan, belum lagi urusan baju. Astaghfirullah, elus dada banget!
Baca juga: Begadang Resto, Tempat Kuliner di Bandar Lampung dengan Makanan Khas Padang yang Nendang!
Bad day pasti berlalu
Alhamdulillah, gejala relocation stress syndrome yang dialami bisa saya selesaikan secara adat. Sebulan berlalu, saya mulai memetakan masalah yang harus diselesaikan serta mencari solusinya.
Semisal dengan menyusun jadwal belanja mingguan, membersihkan rumah, dan waktu selesain pekerjaan sebagai content writer. Saya dan bebsu pun mulai cicil beli perabotan rumah sesuai skala prioritas dan fungsinya. Karena kan budget terbatas ya Brightees, jadi kudu pinter kelola keuangan.
Pembagian kerjaan pun jelas banget, siapa melakukan apa sudah didiskusikan dengan baik. Kalau bebsu bertanggung jawab sama urusan keamanan, masak memasak dan belanja. Secara bebsu belum kasih izin saya masak sendiri, takut kenapa-kenapa gitu katanya. Padahal saya tau, kalau saya nekat masak pasti lebih berantakan dan malah bikin repot jadinya hahaha.
Sedangkan saya, dikasih kepercayaan urusan kebersihan seperti menyapu, mengepel, mencuci piring, dan perintilan lainnya. Tapi saya senang banget sih, bebsu melatih saya jadi disabilitas netra yang mandiri dan bisa selesaikan pekerjaan rumah tangga, dengan kasih tugas begini.
Perlahan tapi pasti, saya, bebsu, dan kiddos bisa beradaptasi di rumah baru. kami pun mulai merasa nyaman tinggal di rumah impian yang dibangun dengan jerih payah dan pastinya atas izin Allah SWT.
Memang, semua itu gak mudah. Tapi yakin pasti ada jalan keluar yang dikasih Sang Pemilik Hati. Nah, adakah di sini yang punya pengalaman seru ketika pindah rumah?
Leave A Comment