Kehamilan tentunya menjadi kabar membahagiakan bagi sepasang suami istri. Namun, apa jadinya jika kehamilan yang dinanti malah berakhir pilu? Nah, pada artikel ini saya akan berbagi cerita tentang peristiwa pilu yang saya alami di tahun 2014. Pada masa itu, saya harus menelan pil pahit saat mengalami keguguran karena blighted ovum.
Seperti apa kisah lengkapnya dan apa saja gejala keguguran karena blighted ovum yang saya rasakan? Baca lebih lanjut di artikel berikut yuk, Brightees!
Baca juga: Menjalani Kehamilan Risiko Tinggi Akibat Trombositemia Esensial
Kehamilan pertama yang dinanti, disambut dengan happy
Belum habis bahagia yang saya rasakan karena berhasil menemukan belahan jiwa, Allah SWT kembali memberikan kebahagiaan. Selang satu bulan dari hari pernikahan, saya dinyatakan hamil. Wah, saya dan bebsu rasanya happy banget, dan tentu saja sangat antusias menjalani masa kehamilan.
Saya dan bebsu memang sangat menunggu kehamilan ini. Sebab, kami memang sudah sangat mengidamkan untuk memiliki keturunan. Begitu tahu kalau sedang hamil, saya mulai lebih memperhatikan asupan gizi dan mengonsumsi susu kehamilan. Tak lupa segala obat dan vitamin dari dokter kandungan dikonsumsi secara rutin.
Masa kehamilan pertama ini sama sekali gak merepotkan. Saya gak mengalami morning sickness atau gangguan makan. Lancar jaya banget!
Baca juga: Melahirkan dengan Operasi Caesar Akibat Trombositemia Esensial, Penuh Drama!
Awal Mula Alami Keguguran Karena Blighted Ovum
Kisah keguguran karena blighted ovum dimulai pada akhir Desember 2014. Suatu ketika, tepatnya di masa kehamilan memasuki usia delapan pekan, saya mengalami flek ringan. Khawatir jika flek ini akan membahayakan janin, saya segera memeriksakan diri ke dokter kandungan. Saat itu adalah masa libur natal, sehingga banyak dokter kandungan yang tak membuka praktik.
Setelah berkeliling ke beberapa rumah sakit, akhirnya saya menemukan dokter kandungan yang membuka praktik. Ketika melakukan pemeriksaan ultra sonografi (USG) dokter menemukan bahwa janin dalam kandungan saya tak memiliki detak jantung. Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa saya mengalami blighted ovum.
Kehamilan kosong atau blighted ovum terjadi ketika janin tak berkembang karena kelainan kromosom. Penyebab lainnya adalah karena kualitas sperma dan ovum yang buruk. Kondisi blighted ovum ini adalah penyebab setengah dari keguguran yang terjadi pada trimester pertama kehamilan.
Baca juga: 9 Penyakit yang bisa Diatasi dengan Terapi Oksigen Hiperbarik, Gak Cuma Dekompresi!
Gejala Keguguran Karena Blighted Ovum
Setelah divonis mengalami blighted ovum, dokter menyarankan agar saya beristirahat di rumah. Menurutnya, saya akan segera mengalami pendarahan dan nyeri perut. Jika dalam dua hari pendarahan semakin memburuk, maka dokter akan melakukan kuratase.
Seketika saya terdiam dan menangis di dalam hati. Sungguh, saya tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi pada kehamilan pertama saya. Meski begitu, saya terus berdoa agar ada keajaiban sehingga saya tak mengalami keguguran karena blighted ovum.
Menuruti saran dokter, saya pun terus berbaring di tempat tidur dan tak melakukan banyak aktivitas. Harapannya, pendarahan tak terjadi dan kehamilan saya dapat dipertahankan. Namun, takdir berkata lain, saya terus mengalami pendarahan seperti layaknya datang bulan. Selain pendarahan, gejala keguguran karena blighted ovum yang saya alami adalah nyeri perut dan kram. Gejala nyeri perut ini sangat menguras tenaga. Saya begitu lemas karena menahan rasa nyeri perut yang berlangsung terus-menerus.
Baca juga: Strategi Jitu Menyusun Cue Card MC yang Profesional Untuk Berbagai Acara
Dilarikan ke Rumah Sakit Karena Nyaris Pingsan
Saya tuh tipe orang yang memendam rasa sakit dan gak mau bilang kondisi ke keluarga. Akibatnya, bebsu kaget karena menemukan saya yang nyaris pingsan di dalam kamar. Saat itu, wajah saya sangat pucat, badan terasa sangat lemas, bahkan saya tak merespon ketika bebsu mengajak berbicara. Saya bisa mendengar suara bebsu, tapi saya gak punya tenaga untuk bicara meresponnya.
Karenanya, saya pun dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Dokter kandungan menyatakan bahwa saya sedang mengalami gejala keguguran karena blighted ovum. Akhirnya saya dirawat di rumah sakit agar kondisi saya dapat dipantau oleh dokter kandungan.
Karena usia kehamilan yang baru menginjak delapan pekan, dokter hanya memberikan obat agar janin dapat keluar secara alami. Jadi, saya tak akan menjalani tindakan kuratase. Lagipula, kantung kehamilan saya sudah berbentuk tak beraturan, pertanda siap mengeluarkan janin yang tak berkembang.
Keesokan harinya, janin yang tak berkembang itu pun keluar secara alami. Bentuknya seperti gumpalan darah berukuran sebesar jempol tangan. Setelahnya, pendarahan yang saya alami mulai berkurang dan nyeri perut pun tak lagi saya rasakan.
Menjelang akhir tahun, tepatnya 29 Desember 2014, saya harus merasakan pilu kehilangan janin yang sangat dinanti. Rasa kebahagiaan karena membayangkan akan segera menimang bayi seketika sirna berganti dengan kesedihan. Namun, saya tetap berusaha tegar meski tak mudah untuk menjalaninya. Bahkan, saya mengalami depresi pasca keguguran karena blighted ovum.
Mau tahu bagaimana saya menjalani masa sulit melewati depresi pasca keguguran karena blighted ovum? Simak pada artikel berikutnya ya, Brightees!
Leave A Comment