Tanggal 20 September lalu, usia pernikahan saya dan bebsu menginjak angka delapan tahun. Alhamdulillah waktu berlalu cepet banget, sampe gak berasa tau-tau udah hidup bareng bebsu selama delapan tahun.
Menjalani delapan tahun pernikahan itu rasanya asoy banget bestie. Ada suka ada duka, ada tangis ada tawa, ada benci ada rindu. Ada udang di balik batu, abang sayang aylopyuu. Lah malah pantun hahaha, maafkan.
Tepat di malam ulang tahun pernikahan, saya dan bebsu lagi adain sesi pillow talk alias ngobrol di atas bantal. Kenapa di atas bantal? Ya kalo di atas genteng yang ada ditangkep warga karena dikira maling.
Lagi asyik ngobrol, tiba-tiba bebsu ingetin kalo hari itu adalah hari ultah pernikahan, seraya berdoa untuk kebaikan pernikahan kami ke depannya. Trus bebsu kasih kado yang romantis, minimalis, ekonomis dan pocket–friendly buat saya.
Dengan bangga dan penuh percaya diri, bebsu memutarkan sebuah video pendek hasil kolaborasi dengan aplikasi Capcut. Sebuah video berisi foto momen penting selama pernikahan kami.
Sebagai suami yang beristri seorang tunanetra, dia udah ngerti banget kalo saya gak bakalan tau apa isi videonya. Dengan detail bebsu jelasin foto-foto apa aja yang ada di video pendek besutannya tersebut.
Dimulai dari foto saat menikah, momen kelahiran twinnie, kenangan saat saya menjalani perawatan di rumah sakit, kelahiran si bontot, hingga kebahagiaan keluarga kecil kami yang penuh tawa.
Tergambar jelas di video itu momen kebahagiaan dan perjuangan selama delapan tahun menikah. Video itu sukses banget bikin saya terharu biru dan mewek di tengah kegelapan malam.
Seketika saya membayangkan gimana perjuangan kami melewati ujian pernikahan yang maaha berat. Gimana dengan setianya bebsu mendampingi saya melewati rasa sakit dan perih ketika harus kehilangan penglihatan.
Delapan tahun bersama, kenapa cinta itu masih buta? Kenapa bebsu tak gentar untuk genggam tangan saya dan mengarungi bahtera pernikahan?
Ya, bebsu tetap setia dengan cintanya yang menjadi buta ini. Ia tak pedulikan cibiran orang akan kondisi penglihatan saya.
Ia tak mau mengingkari komitmen yang diikrarkan kepada Sang Pencipta untuk menjadi suami yang selalu setia mendampingi dan membimbing saya hingga akhir hayat.
Delapan tahun bersama, ternyata cinta itu masih buta. cinta itu membutakan hingga tak lagi pedulikan cibiran dunia yang menjatuhkan. Cinta itu membutakan hingga enyahkan gundah yang membuncah ke segala arah.
Terima kasih atas delapan tahun yang bercahaya ini bebsu. Yuk, lanjutkan perjuangan untuk mengukir cerita cinta yang bercahaya. Aku padamuuu!
Leave A Comment