Brightees, tahukah kamu bahwa 3 Desember diperingati sebagai Hari Disabilitas Internasional? Ada yang bilang ini merupakan lebarannya para disabilitas. Sebab, di Hari Disabilitas Internasional, berbagai pihak berlomba-lomba untuk menggelar acara bertema disabilitas dan mengikutsertakan disabilitas sebagai peserta.

Ada yang menyelenggarakan webinar bertujuan meningkatkan awareness terkait kesetaraan hak disabilitas. Ada pula yang menyelenggarakan kegiatan seremonial belaka dengan berbagi santunan kepada disabilitas. Wah, pantas aja disebut lebaran, karena kegiatannya berbagi sedekah! Yah, dari sini terlihat bahwa masih saja ada oknum yang berpegang teguh pada charity model, bukan human rights model dalam memandang disabilitas.

Baca juga: Mau Wujudkan Peradilan Inklusif? Kenalan Dulu Dengan Disabilitas!

Anyway, Hari Disabilitas Internasional 2024 ini memiliki tema yang spesifik dan kompleks. United Nations mengusung tema “ Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas untuk Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan”. Mengapa saya bilang kompleks? Coba lihat satu kata yang menonjol dari tema tersebut, yaitu “kepemimpinan”.

Disabilitas menjadi pemimpin? Untuk saat ini hanya mimpi belaka! Menjadi pemimpin di lingkup terkecil alias keluarga saja masih sulit, apalagi untuk lingkup besar seperti organisasi, perusahaan, bahkan sebuah negara.

Saat ini, disabilitas masih menjadi kaum marjinal yang terasingkan di Indonesia. Betapa tidak, disabilitas belum cukup dipercaya untuk memimpin organisasi formal. Di sektor ketenagakerjaan misalnya, disabilitas tak memiliki jenjang karier yang setara dengan pekerja non disabilitas. Sungguh sulit rasanya menemukan disabilitas yang memegang jabatan potensial di perusahaan atau pun instansi pemerintah.

Baca juga: Tips Mendidik Anak Berempati Kepada Disabilitas, Parents Wajib Tahu!

Pernahkah kamu mendengar nama Angki Yudistia? Ia diangkat menjadi staf khusus presiden pada 2019. Menariknya, ia adalah satu-satunya penyandang disabilitas yang ditunjuk menjadi staf khusus presiden Indonesia ketujuh pada bidang sosial. Saat itu, sosok Angki Yudistia menjadi kebanggaan bagi saya dan teman disabilitas di Indonesia. Setidaknya, ada secercah harapan bahwa kepemimpinan disabilitas dapat terwakilkan oleh sosok Angki Yudistia.

Eits, itu sih cerita lama. Sekarang, tak ada lagi sosok disabilitas yang menduduki jabatan sebagai staf khusus hingga utusan khusus presiden. Sungguh sangat disayangkan, kepemimpinan disabilitas kembali meredup setelah sebelumnya sempat sedikit bersinar. Jika begitu, bagaimana caranya mewujudkan masa depan yang inklusif dan berkelanjutan?

Lebih kompleks lagi jika mengaitkan disabilitas dengan keterwakilan di parlemen. Wah, ini sih mimpi! Sedikit sekali teman-teman disabilitas yang memiliki nyali untuk menjadi wakil rakyat, tetapi harus memutus harapannya karena sangat sedikit kepercayaan yang diperoleh. Seharusnya, ada kuota bagi wakil rakyat dari disabilitas untuk memastikan keterwakilan kaum marjinal ini di Indonesia.

Baca juga: Terungkap! Ini 5 Rahasia Tunanetra Dapat Mengoperasikan Komputer

Jika tak ada disabilitas yang dipercaya sebagai pemimpin, bagaimana memperjuangkan hak disabilitas? Tentunya kepemimpinan disabilitas di berbagai sektor kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi kunci dari pemenuhan hak yang selama ini belum diimplementasikan secara maksimal. Ayolah, siapa sih, yang akan memperjuangkan hak disabilitas kalau bukan disabilitas itu sendiri, keluarganya, atau orang yang punya empati tinggi terhadap disabilitas?

Nothing about us without us! Tidak ada tentang kita jika tanpa kita. Mustahil mewujudkan masa depan yang inklusif dan berkelanjutan tanpa menyertakan disabilitas di dalamnya. Jika disabilitas masih diasingkan di negerinya sendiri, percayalah bahwa masalah sosial akan terus kusut tak terurai. Percayalah bahwa Indonesia akan kehilangan potensi besar dari diri disabilitas yang terabaikan. Percayalah inklusif hanya sebuah kata yang tak bermakna meski digaungkan di sana sini. Selamat Hari Disabilitas Internasional 2024!