Brightees, kamu sadar gak sih? Dewasa ini pihak swasta maupun mpemerintah antusias untuk wujudkan lingkungan yang inklusif. Salah satunya Mahkamah agung yang berusaha wujudkan peradilan inklusif dengan memberikan layanan peradilan bagi penyandang disabilitas. Mulai dari menerbitkan regulasi terkait pedoman pelayanan ramah disabilitas, hingga melaksanakan bimbingan teknis di satuan kerja peradilan.
Nah, pada 24 September lalu, saya berkesempatan menjadi pembicara di kegiatan “Bimbingan Teknis Pemberian Layanan Peradilan Bagi Penyandang Disabilitas”. Kegiatan yang bertujuan untuk wujudkan peradilan inklusif ini dilaksanakan di Pengadilan Tinggi Agama Bandar Lampung. Sebagai disabilitas netra, saya mencoba mengajak peserta untuk berkenalan lebih dekat dengan disabilitas menggunakan metode unik dan interaktif. Penasaran sama detail lengkapnya? Yuk, kepoin di artikel berikut!
Baca juga: Tips Mendidik Anak Berempati Kepada Disabilitas, Parents Wajib Tahu!
Sampaikan Materi Peradilan Inklusif dengan Games, Super Fun!
Kasih materi selepas waktu istirahat makan siang tuh menantang banget. Gimana gak, perut kenyang biasanya bikin mata ngantuk dan bakalan bikin malas dengerin materi dari pembicara. Nah, biar peserta gak merasa bosan, saya mengemas materi dengan games sederhana dan interaktif. Harapannya, metode ini bisa menarik minat peserta dan membuat suasana menjadi lebih fun.
Di hadapan Ketua, Panitera Muda, petugas keamanan, dan petugas layanan pada 14 Pengadilan agama di Provinsi Lampung, saya mengajak bermain games “Mitos atau Fakta”. Rules-nya gampang banget, peserta harus menebak pernyataan yang saya sampaikan terkait disabilitas netra. Setelahnya, saya akan menjelaskan kaitan pernyataan tersebut dengan pelayanan yang harus diberikan pada peradilan inklusif. Kebayang serunya, kan?
Baca juga: Ajari Anak Mengenal Disabilitas dengan Animasi Nusa Rara, Super Fun!
Benar Gak Ya, Semua Disabilitas Netra Gak Bisa Melihat?
Membuka materi, saya mencoba jelaskan kategori disabilitas netra dengan melontarkan pernyataan “Semua disabilitas netra tak bisa melihat”. Faktanya, disabilitas netra digolongkan menjadi dua kategori, yaitu totally blind dan low vision.
Totally blind merupakan orang yang sama sekali tak bisa melihat atau hanya bisa melihat persepsi cahaya. Sementara itu, low vision merujuk pada orang yang masih memiliki sisa penglihatan atau hanya bisa melihat dengan jarak tertentu. Ada low vision yang hanya bisa melihat siluet benda saja, melihat dari jarak dua meter, hanya bisa membaca huruf yang berukuran besar, atau bisa melihat dengan cahaya yang terang.
Nah, dengan mengetahui kategori disabilitas netra, peradilan inklusif dapat menyediakan layanan dengan beragam media. Seperti buku panduan dengan huruf Braille, dokumen cetak dengan ukuran huruf yang lebih besar, atau dokumen digital yang aksesibel bagi pembaca layar. dengan begitu, disabilitas netra bisa memilih media layanan yang nyaman untuk mereka gunakan. Semisal saya yang seorang totally blind, akan lebih memilih menggunakan dokumen digital karena saya gak bisa membaca huruf Braille atau dokumen cetak dengan ukuran huruf besar.
Baca juga: Tak Hanya Estetik! Ini Manfaat Membuat Kolam Ikan di Rumah Bagi Disabilitas Netra
Disabilitas Netra Bisa Mengoperasikan Komputer Atau Handphone Gak, Ya?
Selanjutnya, saya memberikan pemahaman bahwa disabilitas netra dapat mengoperasikan komputer atau handphone dengan aplikasi pembaca layar. Aplikasi ini akan membacakan teks yang tertera pada layar, sehingga disabilitas netra dapat dengan leluasa beraktivitas menggunakan gadget. Loh, apa hubungannya dengan perwujudan peradilan inklusif?
Dengan adanya pembaca layar, disabilitas netra biasanya akan mencari informasi layanan melalui halaman web peradilan. Untuk itu, peradilan wajib banget menyediakan halaman web yang dapat diakses secara optimal oleh disabilitas netra. Kriteria halaman web yang aksesibel ini tercantum di dalam web content accessibility guideline (WCAG). WCAG menjadi pedoman global yang bisa diterapkan oleh peradilan inklusif demi memberi peningkatan aksesibilitas halaman web.
Sayangnya, halaman web peradilan kurang aksesibel menurut saya. Pasalnya, saya mengalami kesulitan ketika menjelajahi halaman web peradilan. Mereka tak menggunakan struktur heading dengan baik, sehingga saya harus menelusuri halaman web secara manual. Selain itu, tak tersedia teks alternatif pada gambar sehingga saya tak bisa mengetahui gambar yang ditampilkan pada halaman web.
Baca juga: Terungkap! Ini Rahasia di Balik Kesuksesan Menjadi Content Writer dan Blogger bagi Disabilitas Netra
Benarkah Disabilitas Netra Memiliki Pendengaran yang Lebih Tajam?
Nah, masyarakat tuh sering salah kaprah terkait pendengaran disabilitas netra. Katanya disabilitas netra tuh punya pendengaran yang lebih tajam, ternyata itu mitos loh, Brightees! Faktanya, disabilitas netra mengandalkan indra pendengaran untuk memperoleh informasi dari lingkungannya. Akibatnya, disabilitas netra akan lebih fokus dan terkesan mampu mendengar dengan lebih baik.
Karena suara menjadi sumber informasi yang penting bagi disabilitas netra, petugas layanan harus lebih deskriptif ketika memberi layanan. Semisal, ketika petugas layanan akan memberikan informasi terkait tata letak ruang layanan atau sidang. Petugas layanan dapat memberikan petunjuk dengan arah jam alih-alih menggunakan kata tunjuk “di sana” dan “di sini”.
Deskripsikan bahwa hakim berada di arah jam 12, panitera di arah jam 11, atau penggugat ada di arah jam 3. Dengan begitu, disabilitas netra bisa lebih memahami kondisi ruangan dan dapat mengikuti proses persidangan dengan baik.
Baca juga: Disabilitas Netra Lebih Berisiko Alami Terjatuh dan Terbentur, Mitos Atau Fakta?
Cara Mendampingi Disabilitas Netra Bermobilitas Adalah Dengan Memegangi Tongkat Atau Tangannya, Benarkah?
Beralih kepada mitos atau fakta berikutnya, saya bertanya terkait cara mendampingi disabilitas netra yang benar. Sebab, masih ada loh, orang yang menggandeng tangan atau menarik tongkat disabilitas netra ketika berjalan. Big no no ya, Brightees!
Bagi petugas keamanan atau petugas layanan di peradilan inklusif, sebaiknya membiarkan disabilitas netra memegang lengan atas pendamping. Setelahnya, biarkan disabilitas netra mengikuti pendamping untuk memasuki ruang layanan atau ruang sidang. Petugas layanan juga bisa memberi aba-aba jika ada undakan, lubang, atau tangga yang menghalangi jalan.
Peradilan inklusif juga bisa menyediakan aksesibilitas fisik seperti guiding block sebagai pemandu jalan bagi disabilitas netra. Dengan begitu, disabilitas netra dapat bermobilitas secara mandiri di area peradilan inklusif. Kontras warna juga harus disediakan di tangga, pintu kaca, hingga undakan kecil bagi penyandang low vision.
Baca juga: 5 Cara Bernavigasi dengan Aplikasi Pembaca Layar NVDA
Benarkah Lebih Efektif Berbicara Dengan Pendamping Dibandingkan Disabilitas Netra?
Untuk mitos atau fakta satu ini sering banget terjadi di layanan publik. Petugas layanan lebih memilih berbicara dengan pendamping dibandingkan disabilitas netra. Sebaiknya petugas layanan berbicara langsung kepada disabilitas netra untuk menggali lebih jelas informasi yang dibutuhkan dalam pelayanan peradilan inklusif.
Kalau disabilitas netra dicekin tuh rasanya nyebelin banget, deh. Saya sering banget dapat perlakuan semacam ini di fasilitas publik. Padahal disabilitas netra hanya tak bisa melihat, tapi bisa banget berbicara dan mengerti apa yang petugas layanan bicarakan. So, jangan abaikan disabilitas netra ya, Brightees!
Baca juga: Surga Oleh-Oleh Khas Bogor di Rumah Talas, Aneka Olahan Talas yang super Lezat
Wujudkan Peradilan Inklusif Itu Harus!
Di akhir materi, saya menyampaikan alasan seluruh peradilan di Indonesia disulap menjadi peradilan inklusif. Alasannya karena disabilitas memiliki hak yang sama dengan warga negara lain untuk mendapatkan layanan peradilan. Penyediaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak di peradilan inklusif dibutuhkan untuk memastikan disabilitas memperoleh layanan peradilan yang setara.
Yang lebih utama, petugas layanan peradilan inklusif harus memiliki cara pandang yang tepat kepada disabilitas. Bahwa pengguna layanan disabilitas bukan untuk dikasihani, tetapi harus dipandang sebagai salah satu warga negara dengan hak yang setara.
It’s a wrap! Seru banget menjadi pembicara di kegiatan yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan agama Mahkamah agung ini. Semoga perwujudan peradilan inklusif di Indonesia bisa berjalan dengan maksimal tanpa diskriminasi! Kalau lingkungan kerja kamu gimana nih, Brightees? Sudah ramah bagi disabilitas belum?
Leave A Comment